A. Penyakit Tuberkulosis Paru
1. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan karena mikobakterium tuberkolosis, yang menyerang organ paru-paru. dan merupakan sejenis kuman yang berbentuk batang, gram positif, tahan asam yang biasa disebut sebagai basil tahan asam (BTA) pada pemeriksaan mikrokospik, kuman ini berbentuk batang dan berwarna merah.
Kuman TBC cepat mati jika terkena sinar matahari secara langsung, tetapi dapat hidup dan bertahan beberapa jam pada ruangan yang gelap dan lembab. (Depkes RI:2002 : 9).
2. Cara Penularan
6
Sumber penularan berasal dari penderita TBC BTA positif, pada saat batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk dorplet (percikan dahak). Dorplet yang mengandung kuman ini, dapat bertahan lama di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau dorplet tersebut terhirup melalui saluran pernafasan. Setelah kuman TBC tersebut masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru-paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas dan ke organ tubuh lainnya.
Daya penularannya dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan melalui paru-parunya, makin tinggi derajad positif pada pemeriksaan mikroskopik, maka makin tinggi pula peluang penderita tersebut menularkan ke orang lain.
3. Klasifikasi
Klasifikasi penderita Tuberkulosis paru terdiri atas:
a. Tuberkulosis Paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, maka TBC paru dibagi atas :
1) TBC paru BTA positif, yaitu sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS (sewaktu pagi sewaktu) hasilnya BTA positif dan pada pemeriksaan rontgen dada menunjukan gambaran TBC aktif.
2) TBC paru BTA negatif, yaitu apabila dalam pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS, hasilnya BTA negatif namun pada pemeriksaan rontgen dada menunjukan gambaran TBC aktif.TBC paru BTA negatif rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan bentuk ringan, bentuk berat apabila foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas dan atau keadaan umum penderita buruk.
b. Tuberkulosis Ekstra Paru.
Yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru-paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, saluran kencing dan lain-lain. Pada tingkat keparahan nya dapat digolongkan menjadi:
1) TBC ekstra paru ringan, misalnya TBC kelenjar limfe, pluritis, TBC sendi dan TBC adrenal.
2) TBC ekstra paru berat, misalnya TBC tulang, TBC usus. (Depkes RI 2002: 24).
4. Penanggulangan TBC
Kegiatan penanggulangan penyakit TBC paru, perlu dilakukan secepat mungkin sejak penderita dicurigai terkena TBC, sehingga tidak terlambat dan menimbulkan masalah kesehatan yang lebih serius. Kegiatan penanggulangan penyakit TBC mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Penemuan dan diagnosis penderita, meliputi ; penentuan klasifikasi penyakit dan tipe tuberkulosis, pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung, pengobatan penderita dan pengawasan pengobatan.
b. Cross chek sediaan dahak.
c. Pencatatan dan pelaporan.
d. Penyuluhan Tuberkulosis.
e. Supervisi.
f. Monitoring dan evaluasi.
g. Perencanaan.
h. Pengeloaan logistik.
i. Pelatihan.
j. Penelitian.
5. Pencegahan TBC
Tindakan pencegahan penyakit TBC, merupakan suatu upaya pencegahan agar penyakit ini tidak menyebar dan menulari orang lain. Upaya tersebut antara lain : disamping melakukan pengobatan terhadap penderita TBC agar tidak menular lagi, juga dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, antara lain menutup mulut dengan saputangan ketika batuk dan bersin, dan tidak meludah disembarangan tempat (Depkes RI 2002:13).
6. Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu:
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan obat anti tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT tapi kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b. Kambuh (Relaps).
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat dengan pemeriksaan dahak BTA positif.
c. Pindahan (transfer in).
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan Disuatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini.
d. Pengobatan setelah lalai / drop out
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang satu bulan, dan berhenti dua bulan atau lebih, dan kemudian datang lagi berobat.
e. Lain-lain, misalnya gagal atau kasus kronis.
B. Karakteristik Penderita Tuberculosis Paru
1. Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang penting pada proses terjadinya penyakit. Sebagaian penyakit hampir secara exclusif pada suatu kelompok umur tertentu saja. Penyakit – penyakit lain terjadi dalam rentang umur jauh lebih besar, namun cenderung mempunyai prevalensi yang jauh lebih tinggi pada usia tertentu dibandingkan kelompok usia lain. Menurut Noor (2002 : 75) Peranan variabel umur menjadi cukup penting antara lain : Pertama, study tentang hubungan variasi suatu penyakit dengan umur dapat memberikan gambaran tentang faktor penyebab penyakit tersebut. Kedua, umur dapat merupakan faktor skunder yang harus diperhitungkan dalam mengamati perbedaan frekuensi penyakit terhadap variabel lainnya.
Pada beberapa penyakit menular tertentu menunjukan bahwa umur muda mempunyai risiko yang tinggi, bukan saja tingkat kerentangannya tetapi juga pengalaman terhadap penyakit tertentu yang biasanya sudah dialami oleh mereka yang berumur lebih tua. Begitupula sejumlah penyakit pada umur yang lebih tua karena pengaruh tinggi keterpaparan serta proses patogenesisnya yang mungkin memakan waktu lama.
Menurut penelitian yang dilakukan Johan pada tahun 2005 di Puskesmas Wawotobi Kabupaten Konawe, dari 50 penderita tuberculosis paru yang dirawat di puskesmas Wawotobi, didapatkan 20% penderita berumur dibawah 20 tahun, 64% penderita berumur antara 20 – 40 Tahun dan 16 % penderita berumur 40 tahun ke atas (Johan, 2005:10).
2. Jenis Kelamin
Seperti dengannya variabel umur, variabel jenis kelamin merupakan salah satu variabel diskriptif yang dapat memberikan perbedaan angka kejadian pada pria dan wanita.
Pada berbagai penyakit tertentu, rasio jenis kelamin harus selalu diperhitungkan karena bila suatu penyakit lebih tinggi frekuensinya pada pria dibanding wanita, tdak selalu berati bahwa pria mempunyai risiko lebih tinggi, karena hal ini juga dipengaruhi oleh rasio jenis kelamin pada populasi tersebut. Selain itu pula harus diperhutungkan adanya ekspresi maupun keluhan-keluhan penyakit tertentu menurut perbedaan jenis kelamin.
Prevalensi penyakit tuberculosis paru pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita, dari hasil pengamatan Johan tahun 2005 di puskesmas wawotobi kabupaten konawe ditemukan 64% penderita adalah pria dan 36% adalah penderita wanita.
Dalam situs infeksi.com disebutkan bahwa wanita dalam usia reproduksi lebih rentang terhadap tuberculosis dan lebih mungkin tertular penyakit tuberkulosis dibanding pria dalam kelompok umur yang sama. TBC memiliki andil sekitar 9% kematian wanita usia 15 – 44 tahun.
3. Pekerjaan
Pekerjaan umumnya lebih banyak dilihat dari kemungkinan keterpaparan khusus dan tingkat atau derajat keterpaparan tersebut serta besarnya risiko menurut sifat pekerjaan, lingkungan kerja dan sifat sosio ekonomi karyawan pada pekerjaan tertentu (Noor, 2002 :79 ).
Pekerjaan merupakan sesauatu yang dilakukan untuk mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan sosial ekonomi. Menurut penelitian yang dilakukan Nasir, menunjukan bahwa penyakit tuberculosis diderta oleh mereka yang berprofesi petani 47% dan buruh 23%, ibu rumah tangga 12% dan yang bekerja pedagang sebesar 18% (Nasir dalam Johan, 2005 : 11 )
C. Trias Epidemiologi Tuberkulosis Paru
- Agent
Penyebab dari penyakit Tuberkulosis paru adalah mikobakterium Tuberkulosis, yaitu sejenis kuman yang berbentuk batang, gram positif tahan asam dan pada pemeriksaan mikroskospik akan tampak berwarna merah.Kuman TBC ini dapat hidup pada daerah yang lembab namun tidak tahan pada sinar matahari langsung.
- Host .
Kuman TBC dapat menyerang kesemua jenis umur,mulai dari anak-anak, remaja maupun dewasa.tergantung bagaimana daya tahan tubuh seseorang pada saat terpapar dengan kuman TBC.Semakin rentan daya tahan tubuh seseorang maka semakin mudah kuman TBC tersebut masuk dan menyerang organ tubuh terutama paru-paru dan menjadikan orang tersebut mengidap penyakit TBC Paru.
- Enviroment
Penyakit TBC dapat menular pada semua daerah, terutama pada daerah-daerah kumuh, kotor dan lembab, dimana kuman TBC mudah berkembang biak. Selain itu daerah dengan penduduk miskin, mudah terkena penyakit TBC, hal ini disebabkan karena kurangnya asupan zat gizi sehingga daya tahan tubuh seseorang bisa menurun. Penduduk dengan prilaku atau gaya hidup yang kurang sehat, akan memudahkan kuman TBC berkembang biak, misalnya saja orang yang sering batuk dengan tidak menutup mulut.
D. Tinjauan Umum Tentang Rumah Sehat
- Pengertian Rumah Sehat
Menurut peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang nomor 6 Tahun 1962 tentang pokok-pokok perumahan pasal 1, yang dimaksud dengan perumahan adalah semua bangunan yang digunakan oleh seseorang, perusahaan, badan-badan dan sebagainya untuk tempat tinggal dan tempat usaha.
Menurut Asrul Azwar dalam Sanropie, dkk (1989 : 5) rumah bagi manusia mempunyai arti :
a. Sebagai tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah penat melasanakan kewajiban sehari-hari.
b. Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa kekeluargaan bagi segenap anggota keluarga yang ada.
c. Sebagai tempat untuk melindungi diri dari bahaya yang datang mengancam.
d. Sebagai lambang status sosial yang dimiliki yang masih dirasakan hingga saat ini.
e. Sebagai tempat untuk meletakan atau menyimpan barang-barang berharga yang dimiliki, yang terutama masih ditemui pada masyarakat pedesaan.
Sehat menurut WHO adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial budaya, bukan hanya keadaan yang bebas penyakit dan kelemahan (kecacatan)
Berdasarkan pengertian tersebut diatas, maka rumah sehat dapat diartikan sebagai tempat berlindung/bernaung dan tempat untuk beristirahat, sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik secara fisik, rohani, maupun sosial (Sanropie, dkk, 1989 : 5)
Menurut Winslow dan APHA dalam Sanropie, dkk (1989 : 11) rumah yang sehat, harus memenuhi persyaratan antara lain :
- Memenuhi kebutuhan fisiologis
- Memenuhi kebutuhan psikologis
- Mencegah penularan penyakit
- Mencegah terjadinya kecelakaan
1) Memenuhi kebutuhan fisiologis
a) Pencahayaan
Cahaya yang cukup untuk penerangan ruang dalam rumah merupakan kebutuhan kesehatan manusia. Penerangan ini dapat diperoleh dengan pencahayaan buatan dan pencahayaan alami.
Untuk pencahayaan alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari kedalam ruangan melalui jendela, celah-celah dan bagian bangunan yang terbuka. Cahaya matahari ini berguna selain untuk penerangan, juga dapat mengurangi kelembahan ruangan, mengusir serangga penular penyakit dan membunuh kuman-kuman penyebab penyakit seperti TBC, influenza dan lain-ain. Pemenuhan kebutuhan cahaya untuk penerangan alami sangat ditentukan oleh letak dan luas jendela, jendela diupayakan menghadap ke timur dan luas jendela memiliki luas 10-20% dari lantai (Sanropie, dkk 1989 : 12)
b) Ventilitasi
Hawa segar diperlukan dalam rumah untuk mengganti udara ruangan yang sudah terpakai. Udara segar diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 22°C - 30°C sudah cukup segar, pergantian udara bersih untuk orang dewasa adalah 33 m3/orang/jam, kelembaban berkisar 60%. Untuk memperoleh kenyamanan udara seperti yang dimaksud tersebut, diperlukan adanya ventilasi yang baik.
Ventilasi yang baik dalam ruangan harus memenuhi syarat-syarat yaitu luas lubang ventilasi minimal 5% dari luas lantai, udara yang masuk harus bersih tidak dicemari oleh asap, debu, dan lain-lain. Aliran udara tidak menyebabkan orang masuk angin dan udara tidak terlalu lembab. (Sanropie, dkk 1989 : 12)
2) Memenuhi kebutuhan psikologis
Yang dimaksud dengan memenuhi kebutuhan fisiologis adalah antara lain ;
a) Cukup aman dan nyaman bagi masing-masing penghuni
b) Adanya ruangan khusus untuk istirahat (ruang tidur) bagi masing-masing penghuni, ukuran ruang tidur anak yang berumur 5 tahun yaitu 4,5 m3 dan yang berumur diatas 5 tahun (dewasa) 9 m3.
c) Ruang duduk dapat dipakai sekaligus sebagai ruang makan keluarga dimana anak-anak sambil makan dapat berdialog langsung dengan orangtuanya.
d) Dalam meletakan kursi dan meja didalam ruangan, jangan sampai menghalangi lalulintas dalam ruangan.
e) Jamban dan kamar mandi harus dalam suatu rumah dan terpelihara kebersihannya
3) Mencegah Penularan Penyakit
Kebutuhan rumah sebagai tempat tinggal bagi keluarga harus memperhatikan pula faktor-faktor yang mempengaruhi penularan penyakit bagi penghuninya, yaitu :
a) Penyediaan air bersih
b) Bebas dari kehidupan serangga dan tikus
c) Pembuangan sampah
d) Pembuangan air limbah
e) Pembuangan tinja
f) Bebas pencemaran makanan dan minuman
4) Mencegah Terjadinya Kecelakaan
Rumah yang sehat harus dapat mencegah atau paling tidak, dapat mengurangi kecelakaan termasuk jatuh, keruntuhan/roboh kena benda tajam, keracunan dan kebakaran (Notoatmojo 2003 : 152)
2. Karakteristik Rumah Sehat
a. Lantai
Lantai rumah harus dibuat dari bahan yang kedap air untuk mengurangi kelembaban dalam rumah yang dapat menimbulkan penyakit, untuk mencegah masuknya air kedalam rumah, sebaiknya lantai rumah dinaikam minimal 20 cm dari permukaan tanah.
b. Dinding
Fungsi dinding selain untuk pendukung/ rumah penyangga atap dan juga untuk melindungi ruangan rumah dari gangguan hujan, angin, juga melindungi dari pengaruh panas dan angin dari luar. Untuk itu sebaiknya bahan berasal dari kayu atau bambu yang kuat dan tidak mudah rusak atau yang paling baik bahannya berasal dari batu (pasangan batu bata) tergantung dari kemampuan pemilik bangunan rumah.
c. Jendela
Fungsi jendela adalah sebagai lubang masuk keluarnya angin/ udara dari luar kedalam atau sebaliknya dan sebagai lubang masuk cahaya dari luar (cahaya alam/cahaya matahari). Untuk itu suatu rumah yang memenuhi syarat kesehatan, jendela mutlak harus ada terutama rumah yang ventilasinya kurang baik atau tidak ada.
d. Ventilasi
Ventilasi berfungsi untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan agar tetap terasa sejuk dan nyaman bagi penguni oleh karena adanya serkulasi atau pertukaran udara dari luar kedalam atau sebaliknya. Luas lubang ventilasi adalah 5 – 10 % dari luas lantai (Sanropie, dkk, 1989 : 15)
e. Kamarisasi
Banyaknya ruangan dalam rumah kepada jumlah penghuni. Banyaknya penghuni dalam satu rumah akan menuntut jumlah ruangan yang banyak terutama ruang tidur tetapi pada umumnya jumlah ruangan disesuaikan dengan fungsi ruangan seperti ruang tidur, ruang tamu, ruangan makan, dapur gudang dan lain-lain. Rumah yang sehat harus memiliki ruangan khusus untuk tidur minimal 9 m3 untuk setiap orang berumur 5 tahun keatas atau dewasa dan 4,5 m3 untuk anak-anak berumur di bawah 5 tahun dengan luas lantai minimal 3,5 m3 untuk setiap orang dengan tinggi langit-langit tidak kurang dari 2,75 m.
f. Kepadatan Penghuni
Luas rumah harus disesauikan dengan standar minimal yaitu 14 m2 luas lantai bagi penghuni pertama dan 9 m2 bagi setiap penghuni tambahan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi terjadinya kepadatan jumlah penghuni dalam satu rumah (Sanropie, dkk, 1989 :92)
Direktorat Jenderal Pemukiman Departemen Pekerjaan Umum dalam Pedoman Umum rumah sederhana sehat menentukan standar kebutuhan ruang perorang yaitu 9 m2 dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2,80 m (Anonim, 2005 a). Jika kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat maka perpindahan penyakit dari manusia yang satu kemanusia yang lainnya akan lebih mudah terjadi seperti penyakit tuberculosis paru (Entjang, 1997 : 107)
E. Tinjauan Umum Tentang perilaku
Perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh mahluk hidup. Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (mahluk hidup yang bersangkutan). Oleh sebab itu semua mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan sampai dengan manusia berperilaku, oleh karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing (Notoatmojo 2007 : 133).
Menurut Skiner dalam Notoatmojo, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon. Teori Skiner ini lebih dikenal dengan teori S-O-R (stimulus-organisme-respon). Skiner membedakan adanya dua respon :
1. Respondent respon atau reflexive, yakni respon yang di timbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu, stimulus semacam ini disebut elicting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Hal ini juga berlaku untuk perilaku emosi seseorang.
2. Operant respon atau instrumental respons, yakni proses yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcer karena memperkuat respons.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Perilaku tertutup, respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung/ tertutup. Respons ini masih terbatas pada perhatian, presepsi, kesadaran dan sikap yang terjadi pada seseorang yang menerima stimulus tersebut, dan belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain (cover behavior).
2. Perilaku terbuka, respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindajan atau praktek yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain (over behavior) (Notoatmojo 2007 : 134)
Perilaku kesehatan adalah : segala respon seseorang atau orgainsme atau stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu :
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.
3. Perilaku kesehatan lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar