Selamat datang di Mimbar Ilmu Pengetahuan

Ilmu Pengetahuan dan teknologi demikian terus berkembang dalam peradaban manusia, namun hanya sedikit insan yang gesit dan mampu mengejar keterbelakangan pemikirannya. Olehya itu hanya orang-orang yang intelek yang mau dan berlaga mencari perubahan itu. Anda yang saat ini mencari perubahan menjadi lebih mudah mencapai peradaban.

.......... Jalinan Pena Pembawa Berita terkini dan Global...........

Sabtu, 27 Juni 2009

CONTOH PROPOSAL

SUHADI



BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara general proses perencanaan kesehatan, baik segi tenaga kesehatan ataupun fasilitas sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dibidang produksi dan konsumen pelayanan kesehatan. Pendekatan selama ini cenderung ke supply dan sedikit ke arah pemamfaatan, padahal keduanya merupakan aspek penting dalam penggunaan pelayanan kesehatan. Hal ini terbukti dengan banyaknya fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak efesien yang tidak efektif pelayan nya akibat pengunaannya. Akibatnya penggunaan pelayanan kesehatan menjadi rendah (Amran Razak)

Dalam rangka peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat dan mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dalam mengembangkan Visi dan Misi Departemen Kesehatan 2010, maka peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan gigi dan mulut di Poliklinik Gigi sebagai unit pelayanan yang memberikan pelayanan dasar kepada masyarakat mutlak diperlukan (Dinkes Sul-Sel, 2001).

Kesehatan gigi dan mulut sebagai integral dari pembangunan kesehatan semakin muncul di permukaan. Pola hidup modern dengan konsumsi Refined Carbohydrate dan kesadaran tentang fungsi gigi dan mulut, serta transisi epidemiologi telah mendorong pemunculan kebutuhan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Sejalan dengan tersebut perlu dimantapkan langkah-langkah Depkes untuk tuntunan masyarakat dengan cara meratakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut, sekaligus meningkatkan mutu pelayanan (Dirjen PMKG, 1998).

Setelah Rumah sakit, maka pelaksanaan asuhan keperawatan mencakup dua daerah yang besar yaitu : pusat kesehatan dan poliklinik. Adapun kegiatan pokok dari poliklinik adalah pelayanan kesehatan pada suatu bidang pelayanan kesehatan tertentu, tetapi dengan fasilitas yang lebih lengkap dan cakupan pelayanan yang lebih luas. Salah satunya adalah poliklinik gigi yang khususnya meliputi pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang kompleks dengan beberapa bagian ( Budiharto, 1995 ).

Menurut Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2001 pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas berdasarkan rata-rata jumlah kunjungan masyarakat yang berobat gigi ke puskesmas per hari. Hasil analisis 24 kabupaten/kota yang melaporkan pada tahun 2001 menunjukkan rata-rata Sulawesi Selatan kunjungan rawat jalan gigi di Puskesmas masih dibawah rata-rata nasional yakni untuk Sulawesi Selatan sebayak 1 orang per hari sedangkan angka nasional 5 orang per hari. Dari hal tersebut diatas dapat diketahui bahwa masih rendahnya pemanfaatan kesehatan gigi dan mulut di puskesmas merupakan tanda tanya bila melihat data bersumber dari SKRT 1995 yang menyatakan masih tingginya prevalensi penyakit gigi yaitu sebesar 63 % penduduk Indonesia menderita gigi aktif (kerusakan pada gigi yang belum ditangani). Namun untuk beberapa propinsi angka lebih tinggi dari angka nasioanal, seperti di Kalimantan 80 %, Sulawesi 74 %, Sumatera 65 % sedangkan yang terendah adalah Jawa dan Bali yaitu 56,8%.

Sarana dan prasarana dapat memotivasi seseorang dalam pemanfaatan Poliklinik Gigi, dimana masyarakat lebih cenderung ke tempat yang sarana dan prasarananya lebih lengkap dan lebih baik. Menurut Ihyana Malik (1994) dalam penelitinya bahwa pemanfaatan Poliklinik Gigi FKG UNHAS Kandea Makassar hanya 46 % yang datang berobat dengan motivasi utama ketersediaan sarana dan prasarana, sedangkan 54 % datang ke Poliklinik Gigi dengan motivasi yang lain.

Motivasi seseorang dapat berasal dari pengetahuan, kemudian menjadi kemampuan seseorang untuk bertindak. Ini merupakan proses dalam diri seseorang untuk memuaskan atau memenuhi kebutuhannya. Proses ini tidak dapat dipaksakan oleh seseorang kepada orang lain, hanya dapat diperkuat oleh dukungan (Haris dan Norman, 1994).

Agus Suyanto (1999) dalam penelitiannya mengatakan bahwa pengetahuan mempengaruhi prilaku seseorang dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut sehingga angka cakupan pelayanan kesehatan gigi dan mulut dapat menjadi rendah ataupun tinggi. Dengan melihat data penelitian yang dilakukannya terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi pada ibu hamil di puskesmas Margangsan Yogyakarta bahwa 53,2 % memanfaatkan pelayanan kesehatan gigi dengan kategori pengetahuan baik dan 50,8 % tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan gigi dengan kategori pengetahuan jelek.

Jarak fisik antara tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu pertimbangan oleh masyarakat untuk memeriksakan kesehatannya. Jika tempat pemeriksaan mudah dijangkau, maka akan lebih banyak yang memanfaatkan Poliklinik Gigi. Tidak terjangkaunya Poliklinik Gigi dicapai secara fisik (jauh), akan menurunkan pemanfaatan masyarakat terhadap Poliklinik Gigi.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mursyidin Razak (2001) bahwa jarak berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hasil penelitiannya yang dilakukan di Puskesmas Bonto Matene menunjukkan 63 % pengunjung Puskesmas dari masyarakat yang tinggal diradius dalam jarak 0-2 km dari Puskesmas, dan 81,5 % hanya strategis dapat mempengaruhi masyarakat dalam mencari pengobatan.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amran Razak (2000) menyimpulkan bahwa faktor preferensi (selera) di pengaruhi secara tidak langsung oleh faktor harga pelayanan/pengobatan, Efek harga terhadap preferensi artinya semakin tinggi harga pelayanan/pengobatan, semakin rendah preferensi terhadap jenis pelayanan tertentu. Pemanfaatan yang rendah masih merupakan fenomena Poliklinik, yang memang dapat dipengaruhi oleh berbagai sebab.

Adapun kaspasitas dari Poliklinik Gigi PKM Tabaringan- Makassar yaitu dapat melayani pasien sekitar 1008 per bulan. Secara umum pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Poliklinik Gigi PKM Tabaringan Makassar, tercatat pada tahun 2000 adalah sekitar 1.008 per bulan pada tahun januari sampai desember, pada tahun 2001 adalah sekitar 1.060 per bulan pada bulan januari samapi desember dan tahun 2002 adalah sekitar 1.030 per bulan pada bulan januari sampai desember. Pemanfaatan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Poliklinik Gigi PKM Tabaringan Makassar masih kurang dibangdingkan dengan kaspaitas yang dimiliki dengan melihat data kunjungan pasien yang datang memeriksakan penyakit gigi yang dideritanya dengan jumlah penduduk sebanyak 9822 jiwa Dengan rincian sebagai berikut (1) laki-laki 4757 jiwa(2) perempuan 5070 jiwa(3) kepala keluarga 2041 jiwa..

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah disusun suatu rumusan masalah sebagai berikut :

“ Seberapa besar pemanfaatan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan gigi dan mulut dalam kaitannya dengan biaya, pengetahuan, sarana dan prasarana, dan jarak pada Poliklinik Gigi PKM Tabaringan Makassar “

C. Tujuan Penelitian

1). Tujuan umum

Untuk mengetahui seberapa besar pemanfaatan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Poliklinik Gigi PKM Tabaringan – Makassar.

2). Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui seberapa besar pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di poliklinik gigi PKM tabaringan – Makassar menurut biaya yang dibebankan kepada masyarakat.

b. Untuk mengetahui seberapa besar pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Poliklinik Gigi PKM Tabaringan – Makassar menurut biaya yang di bebankan kepada masyarakat.

c. Untuk mengetahui seberapa besar pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Poliklinik Gigi PKM Tabaringan – Makassar menurut sarana dan prasarana yang tersedia.

d. Untuk mengetahui seberapa besar pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Poliklinik Gigi PKM Tabaringan – Makassar menurut jarak tempat tinggal masyarakat.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

a.). Sebagai bahan bacaan dan referensi bagi peneliti selanjutnya dan mahasiswa

b.). Sebagai bahan kajian ilmiah yang dikembangkan lebih lanjut.

2. Manfaat Institusi

Sebagai bahan masukan bagi penentu kebijakan pada poliklnik Gigi dan Mulut PKM Tabaringan – Makassar untuk dapat lebih lanjut meningkatkan usaha promotif kesehatan.

c. Manfaat Praktis

Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti dalam mengaplikasikan ilmu kesehatan masyarakat yang telah diperoleh selama pendidikan / kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS Makassar.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Masyarakat.

Pelayanan kesehatan termasuk didalammya pelayanan kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu komoditi yang mempunyai sifat khusus. Berbeda dengan komoditi-komoditi jasa lainnya, konsumen yang mengkonsumsi jasa pelayanan kesehatan gigi umumnya bukan karena keinginannya, tetapi lebih karena keterpaksaan akibat dari ketidakmanpuan konsumen menahan sakit. Oleh sebab itu sangat logis apabila pemenuhan pelayanan jasa kesehatan gigi disamping disediakan oleh swasta, melalui praktek-praktek pribadi dokter gigi, klinik gigi swasta, juga disediakan oleh pemerintah agar dapat dijangkau oleh konsumen yang kurang mampu ( Susilo, 1998 ).

Ada berabagaai sarana pelayanan kesehatan yang disediakan berupa pusat pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang disediakan, naik yang dikelola oleh swasta maupun pemerintah. Secara keseluruhan sarana pelayanan kesehatan gigi dan mulut ini berada dalam satu sistem hubungan yang serasi. Dengan tersedianya sistem upaya pelayanan kesehatan gigi dan mulut dari tingkat rumah tangga / masyarakat sampai ke tingkat pelayanan profesional, diharapkan masalah kesehatan gigi dan mulut dapat ditanggulangi secara paripurna ( Dirjen PMKG, 2000 ).

Pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang diselenggarakan pemerintah, dilaksanakan melalui tatanan rumah sakit, poliklinik dan puskesmas. Dewasa ini diseluruh daerah kecamatan sudah mempunyai sekurang-kurangnya sebuah puskesmas dengan beberapa puskesmas pembantu. Jangkauan dan kemampuan kedua unit pelaksana ini ditingkatkan dengan adanya regionalisasi dan klarisifikasi rumah sakit serta poliklinik, dan dengan diterapkan sistem rujukan yang sifatnya timbal balik ( Moes, 1998 ).

1. Sistem Pelayanan di bidang Kesehatan Gigi dan Mulut

a). Sistem pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat mempunyai tujuan untuk meningkatkan setinggi-tingginya status kesehatan gigi dan mulut masyarakat melalui upaya pelayanan yang bersifat meningkatkan, mencegah, mengobati dan memulihkan. Tujuan serta sasaran upaya ini ditetapkan bertahap untuk kebutuhan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

b). Upaya pelayanan diselenggarakan melalui fasilitas kesehatan gigi dan mulut dirumah sakit, poliklinik, puskesmas serta instansi lain, baik yang dikelola oleh swasta. Pelayanan melalui rumah sakit, poliklinik pemerintah serta puskesmas dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku (pengaturan kelas/Wialayah/organisasi dilingkuang rumah sakit, poliklinik, pengaturan penyelenggaraan puskesmas serta pengaturan rujukan).

c). Dana untuk meneyelenggarakan upaya pelayanan disediakan melalui anggaran pemebangunan, anggaran rutin serta dana dari masyarakat/swasta dan bantuan luar negeri. Upaya ini melibatkan tanaga kesehatan dan keterlibatan masyarakat secara aktif.

d). Kebijaksanaan yang diteapkan adalah penajbaran umum penyelenggaraan upaya kesehatan yang diterjemahkan untuk keperluan kesehatan gigi dan mulut dalam wadah sistem kesehatan nasional.

e). Manajemen peneyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilaksanakan sesuai pengaturan yang berlaku Manajemen ini dilaksanakan menurut tingkatan administrasi pusat di area unit-unit pelaksana.

2. Langkah – langkah yang Ditempuh dalam pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

Usaha untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut di tunjukkan untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat, terutama melalui status kesehatan masyarakat , terutama melalui pemerataan dan peningkatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

Langkah langkah untuk mencapai tujuan tersebut ditempuh melalui berbagai kegiatan (Dirjen PMKG, 2000)

1). Meningkatkan pelayanan di puskesmas , yang meliputi uisaha penyebaran dokter gigi di Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II guna mengkoordinasi dan pengawasan usaha kesehatan gigi sekolah selektif, di samping usaha penyuluhan/pencegahan penyakait gigi melalui integral dengan UKS dan mengadakan peningkatan kesehatan gigi dan mulut dengan mengembangkan kebiasaan positif pada keluarga termasuk anak anak

2). Peningkatan pelayanan di poliklinik serta rumah sakit meliputi uasaha menyediadakan fasilitas, serta tenaga dokter gigi di poliklinik dan rumah sakit. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut menyediakan peralatan serta meningkatkan kemampuan dokter gigi di bidang berdah mulut sederhana pada poliklinik gigi dan rumah sakit kelas B, dengan memperhitungkan penyediaan dokter ahli bedah mulut untuk pelayanan tersebut, menyediakan fasilitas uyntuk menghasilkan gigi buatan di rmah sakit umum kelas C serta poliklinik gigi termasuk o\penempatan tenaga tekniker gigi

3) Kegiatan tersebut di atas perlu di tunjang antara lai n dengan menyediakan dan meningkatkan berbagai tenaga yang diperlukan , dan pengumpulan serta pengolahan data riwayat penyebaran penykit gigi dan mulut

3. Kendala – kendala dalam Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut.

Pada umumnya prilaku seseorang atau sekelompokn masyarakat dalam menghadapi penyakit akan bergantung pada latar belakang sosio budayanya. Faktor ini akan menentukan seseorang sekelompok masyarakat, dalam menempatkanb status sehat, dan cara pendekatannya. Jadi, kondisi kultural itu mewarnai keseluruhan aspek kehidupan termasuk sakit dan penyakit serta usaha–usaha penanggulangannya di dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut ( Amran Razak, 2001)

Di dalam masyarakat tradisional biasanya ada suatu cara pengobatan yang sudah berlangsung secara turun temurun dalam bentuk kedokteran trasional atau perdukunan. Dalam berbagai hal antara lain kedokteran rakyat atau tradisional dengan kedokteran modern terdapat perbedaan yang sangat mendasar. Dalam konsep sehat misalnya, dalam dunia kedokteran tradisional sehat di artikan bahwa kita berada dalam keadaan seimbang dengan lingkunga tidak hanya lingkungan fisik tetapi juga supranatural (Dirjen PMKG, 2001)

Peningkatan ksehatan gigi masyarakat dalam satu segi merupakan suatu usaha untuk mengintroduksi dunia kedokteran gigi kepada masyarakat. Introduksi ini tiadak akan segera bisa di terima, bila masyarakat mempunyai latar belakang sosio kultural yang kuat, apalagi yang bertolak latar belakang dengan konsep kedokteran modern. Introduksi ini adlah merupakan suatu pembaharuan. Jadi suatu usaha yang bersifat inovatif, yang menimbulkan perubahan budaya yang terpimpin dari atas. Yang harus kita ketahui dalam mengintroduksi ilmu kedoktera kedalam masyarakat adlah kedudukan sistem budaya masyrakat dal;am usaha pelayanan masyarakat. Tanpa mengetahui bayang bayang ini, sekalikpun didukung oleh sarana yang memada . Skarang ini hampir di sadari bahwa karena kurangnya biaya atau sistem organisasi yang jelek, tetapi dalam banyak hal disebabka karena kurangnya pengetauan akan budaya (Dirjen PMKG ,1998).

Hambatan–hambatan kultural yang umumnya di jumpai adalah kecurigaan akan sesuatu yang baru. Apalagi kalau di bawakan oleh orang atau individu dari kultur atau sub kultur yang berlainan , fataliisme, malu dan kuat, fasktor agama, struktur sosial dan keluarga, kesukaran dalam kemunikasi dan harapan masyarakat berlebihan atau berbeda. Tetapi rintangan yang tersebut dan mulut, terutama di daerah pedesaan. Sikap itu antara lain disebabkan disebabkan oleh karena sukarnya berkomunikasi antara petugas dengan masyarakat pedesaan.

Konsep –konsep kesehatan dan kebersihan yang mereka miliki sulit mereka terangkan kepada masyarakat. Kemudian mereka menganggap masyarakat bodoh dan anggapan itu mereka reflisikan dalam sikap mereka terhadap masyarakat. Kesukaran berkomunikasi dengan masyarakat ini juga disebabkan karena kurangnya pengetahuan para petugas dan para ahli kesehatan, dokter gigi mengenai adat istiadat dan kepercayaan masyrakat serta kurangnya kesanggupan untuk mepelajarinya (Susilo, 1998).

Secara singkat, dapatlah dikatakan bahwa dalam hal usaha pelayanan kesehatan dan usaha pelayanan kesehatan gigi dan pada khususnya, perlu adanya pendekatan bio–sosio – medis, bukan hanya pendekatan bio – medis saja. Untuk senantiasa dituntut agar para ahli kesehatan gigi membekali diri dengan sosiologi kedokteran, agar kendala – kendala yang tidak perlu ada yang tidak di temui dalam usaha – usaha pelayanan dan kesehatan gigi masyarakat. Bekal ini dapat diberikan kepada mereka dalam pendidikan baik formal maupun informal (Budiharto, 1995).

B. Tinjauan Umum Tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan Gigi

Mengenai kondisi Indonesia yang sangat majemuk dengan konsentrasi sumber daya yang berbeda-beda, maka penerapan pelayanan kesehatan gigi dan mulut akan berbeda dari suatu daerah dengan daerah yang lain. Oleh karena itu pelayanan kesehatan gigi dan mulut harus disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia di daerah masing-masing, mulai dari pelayanan darurat dasar sampai dengan pelayanan profesional dengan pendekatan model pelayanan berjenjang (Dirjen PMKG, 2000).

Pola dan tingkah laku masyarakat dalam bidang pengobatan menunjukkan masih rendahnya pemanfaatan fasilitas kesehatan. Di daerah pedesaan ataupun dikalangan penduduk golongan sosio-ekonomi rendah perkotaan, pengobatan sendiri ataupun tradsional masih banyak dilakukan, walaupun khasiat serta keamanannya secara ilmiah pada umumnya belum dapat dibuktikan. Sebaliknya di daerah perkotaan, nilai yang berikan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit dan poliklinik gigi lebih tinggi dari pelayanan puskesmas. Golongan masyarakat sosial-ekonomi dan tinggi cenderung untuk memberikan penghargaan yang berlebihan terhadap pelayanan spesialistik (Dirjen PMKG, 1998).

Hambatan-hambatan dalam pelayanan Fasilitas Kesehatan Gigi dan Mulut

a. Sarana

Penyediaan saran/peralatan kedokteran gigi sebagain besar adalah dari anggaran pembangunan yang disediakan melalui DIP pusat, daerah, bantuan luar negeri dan dana dari masyarakat sendiri. Penyediaan peralatan adalah berasal ex import yang dalam hal ini sebagian besar belum pernah uji coba untuk kebutuhan serta persyaratan pemakaian dalam kondisi Indonesia. Terlihat kecenderungan akan penggunaan dipertanyakan, yang jelas akan menyerap dana yang cukup tinggi sehingga membatasi jumlah untuk dapat disebarkan.

b. Keterangan

Secara umum tenaga pelayanan kesehatan gigi masih belum sesuai dengan kebutuhan dalam jumlah serta masih perlu ditingkatkan kemampuannya sesuai dengan perkembangan kebutuhan yang semkin tinggi. Jumlah tenaga kesehatan gigi yang diluluskan tidak seluruhnya dapat digunakan dalam upaya ini yang pada umumnya disebabkan oleh hambatan didalam lingkungan mereka sendiri. Penyediaan formasi pada dewasa ini tidak lagi merupakan masalah, namun penyebaran tenaga kesehatan gigi masih belum merata sebagaimana yang dibutuhkan.

c. Manajemen

Pegelolaan di bidang tenaga dan fasilitas kesehatan gigi masih perlu ditingkatkan lagi. Diperlukan kejelasan yang lebih mantap tentang tugas pokok dan fungsi tenaga kesehatan dan sebagai tenaga profesional. Serta standar peralatan da obat-obatan yang sesuai. Pengintergrasian kesehatan gigi dan mulut untuk menempatkan dirinya dalam kegiatan-kegiatan yang mampu menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan perawatan esensial bagi kesehatan dirinya akan membantu masyarakat dari ketergantungan pelayanan profesional dengan segala hambatannya. Kejelasan konsepsional pengembangan upaya informasi kesehatan gii dan mulut masih mencari bentuknya yang harus dapat dimasukkan ke dalam sistem informasi terpadu yang sedang dikembangkan.

C. Tinjauan Umum Tentang Biaya, Pengetahuan, Sarana dan Prasarana, Jarak.

1. Biaya/Tarif

Puskesmas selama ini dikenal sebagai tempat pelayanan murah. Menurut Perda Kodya Makassar no 3 tahun 1999 dan di perbaharui . Tahun 2003 tentang Retribusi Daerah, tarip berobat di Puskesmas untuk rawat jalan adalah untuk pasien baru Rp. 5000. dan pasien lama Rp. 4500.

Yang dimaksud dengan tarip adalah sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit/puskesmas yang dibebankan kepada pasien sebagai imbalan jasa atas pelayanan yang diterimanya.

Untuk strategi tersebut, beberapa alternatif penetapan tarip yaitu :

Penetapan tarip berdasarkan nilai prestige. Penetapan tarip dengan menggunakan strategi loose leader atau menurunkan harga jual pertama.

Penetapan tarip berdasarkan dampak psikologis.

Ada dua kondisi yang mempunyai dampak terhadap perubahan tarip, yaitu

1. Pelayanan kesehatan yang sudah ada dipergunakan secara berlebihan (excues demand), misalnya BOR yang mengalami sedikit. Peningkatan tarip pada kondisi ini, secara teoritis akan meningkatkan demand, yaitu kalau tambah reveue digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

2. Demand masih rendah, peningkatan tarip, meningkatkan demand dan oleh karenanya itu akan mengurangi revenue kecuali pelayanan tersebut in elastis terhadap perubahan tarip.

Adapun tujuan dari penetapan tarip adalah :

a. Tingkat pemulihan biaya (cost recovery rate)

b. Subsidi silang

c. Mengurangi pesaing

d. Memaksimalkan pendapatan

e. Memaksimalkan penggunaan pelayanan

f. Meminimalisasi penggunaan pelayanan

g. Menciptakan citra rumah sakit

Pada tingkat mikro, hubungan antar biaya total, pendapatan total dan jumlah output (produk) dapat menentukan tarip rasional. Dimana tarip rasional adalah tarip yang berusaha untuk melayani consumer surplus, tetapi tetap mempertahankan pelayanan kesehatan rawat inap rumah sakit

Kalau ditinjau dari sudut fungsi biaya, ada beberapa defenisi yang mengemukakan tentang biaya, yaitu :

a. Menurut Committee on Cost Concepts and Standards of The American Accounting Association, biaya adalah pengorbanan yang diukur dalam satuan uang, yang dilakukan atau harus dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.

b. Menurut Volmer, biaya adalah pengeluaran nyata baik yang ekonomis maupun tidak dalam menghasilkan suatu / pelayanan kesehatan yang dikenal sebagai biaya historis atau “ actual cost

Pada pengkajian langsung ( indrect cost ) biaya pelayanan kesehatan dihubungkan dengan elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dalam penggunaan pelayanan kesehatan terhadap pendapatan pengeluaran untuk biaya kesehatan gigi dan mulut melampaui batas kemampuannya ( Amran Razak, 2001 ).

2. Pengetahuan

Pengetahuan berasal dari kata “ tahu “ yang berarti mengerti sesudah melihat, menyaksikan, atau setelah mengalami atau diajarkan. Sedangkan kata pengetahuan sendiri berarti segala sesuatu yang diketahui (Kamus Besar Bahasa Indonesia 1990).

Pengetahuaan adalah sesuatu yang diketahui setelah melihat, mendengar dan mengalami menyaksikan atau diajarkan. Tindakan sehari kadang berdasarkan pada yang telah diketahui, terlebih lagi apabila hal tersebut dianggap mempunyai manfaat (Dirjen PMKG 1998).

Umumnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan gigi dan mulut masih sangat dangkal. Mereka tidak memahami bahwa kerusakan gigi dapat mengakibatkan gangguan kesehatan lainnya, seperti pencernaan. Meskipun kami akui ada pula anggota masyarakat yang telah mempunyai pemahaman sampai pada segi artistik gigi, yang dapat dilihat golongan yang kami sebutkan terakhir jumlahnya masih sangat kecil, dan mungkin mereka inipun hanya faham bahwa penampilan gigi perlu menarik, tanpa mengetahui fungsi dasar kesehatan gigi (Susilo, 1998).

Dapat dikatakan bahwa, pendidikan pasien dimulai dari kontak Pertama pasien dengan instansi yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut seperti poliklinik gigi, kemudian dilanjutkan pada setiap pertemuan berikutnya. Sebenarnya setiap pasien mempunyai latar belakang pengetahuan tentang kesehatan giginya, seperti media cetak, radio, televisi dan pembicaraan dari mulut ke mulut ( Haris dan Norman, 1994 ).

Pengetahuan adalah upaya yang telah diketahui dan mampu diingat oleh setiap individu setelah ia menyaksikan, mengamati atau diajarkan sejak lahir hingga dewasa. Pengetahuan pada dasarnya bisa didapatkan dari pendidikan formal maupun informal.

H. M. Rusli Ngatimin pada diklat Health Education And Behaviour Science, mengutip pendapat Bloom, mengemukakan : pengetahuan merupakan bagian dari cognitive domain, yang terdiri dari 6 tingkatan penerimaan sesuai inovasi antara lain :

a. Knowledge, yang bersangkutan hanya mampu mengingat secara garis besar yang telah dipelajari.

b. Comprehension yaitu tingkatan pengetahuan secara pokok pengarahan tentang pelajaran yang telah dipelajarinya serta kemampuannya merubah dari satu bentuk ke bentuk lain atau menginterpretasikan bahan.

c. Application, bila mampu menggunakan sesuatu yang diperolah kepada suatu keadaan atau situasi baru.

d. Analyze, mampu menganalisa hubungan serta bagian-bagian lain sehingga dalam tingkat ini hanya menguadai bentuk struktur dari bahan yang dipelajari.

e. Syntheses, mampu melakukan sintesa atau menyusun kembali struktur yang baru.

f. Evaluasi, dituntut kemampuan untuk melakukan pertimbangan penilaian dengan memperhatikan criteria yang ada.

Jika dikaitkan dengan pengembangan, pemanfaatan pelayanan puskesmas, maka apa yang diketahui tentang segala sesuatu yang mendukung atau menghambat terhadap pelayanan kesehatan adalah merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat mengenai manfaat pemeriksaan kesehatan.

Pengetahuan tentang manfaat pemeriksaan kesehatan akan mempengaruhi perilaku masyarakat di dalam memilih fasilitas kesehatan untuk memeriksakan kesehatannya. Pengetahuan sangat penting perannya di dalam memberikan masukan terhadap bentuknya, sikap yang selanjutnya akan diikuti dengan tindakan memilih pelayanan kesehatan yang diyakini kemampuannya.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan seorang individu terhadap sesuatu dapat berubah dan berkembang sesuai kemampuan, kebutuhan, pengalaman, dan tinggi rendahnya mobilitas informasi terhadap sesuatu di lingkungannya. Menurut Soekirjo Notoatmojo (1993), pengetahuan yang cukup dalam daerah kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu :

1. Tahu (Know) adalah mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari sebelumnya antara lain menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, dan menyatakan.

2. Memahami (Comprehension) adalah kemampuan untuk memahami secara benar tentang obyek yang dapat diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Aplication) adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau lokasi real (sesungguhnya).

4. Analisis (Analysis) adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Syinthesis) adalah kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (Evaluation) adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objektifity.

3. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana adlah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat untuk dapat mencapai tujuan dan sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses penerimaan atau pelayanan kesehatan (Kamus Bahasa Indonesia, 1990)

Poliklinik gigi dengan sarana dan prasarana yang lengkap akan memudahkan dan memperlancar pelayanan kesehatan gigi dan mulut karena denan adamya peralatan dan obat – abatan yang cukup tersedia maka proses pengobatan dapat dengan segera dilakukan (Dirjen PMKG, 1998).

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang lebih komplek dengan ditunjang oleh sarana dan prasaran yang lebih lengkap di poligigi akan membuat masyarakat merasa bahwa pelayanan kesehatan gigi danmulut di poliklinik gigi akan lebih baik dan berhasil bila dibandingkan dengan puskesmas.

Fasilitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang ada di poli gigi Unhas jauh lebih lengkap dengan bagian bagian yang mengcakup kesehatan gigi masyarakat, bedah mulut penyakit mulut ,periodontologi, prodtodonsi, rongten gigi kesehatan gigi anak, ortodonsi, konservasi dan oral biologi. Penanganannyapun dilakukan oleh dokter gigi

Poliklinik gigi dengan penampilan fisik dan fasiitas, personil dan peralatan medis maupun non medis, kenyamanan, kebersihan dan kerapian sangat menentukan

Unsur lain yang berpengaruh misalnya hal – hal yang membuat waktu tunggu lebih menyenangkan seperti adanya musik, televisi majalah dan lain laiun. Kebersihan kamar kecil, sekat gorden di ruang pemeriksaan juga merupakan faoktor penentu dan penting untuk diperhatikan untuk menarik pasien yang dapat mengjamin kelangsungan berobat demi untuk meningkatkan cakupan.

4. Jarak

Jarak menurut kamus besar bahasa indonesia (1990) adalah ruang atau sela yang di lihat dari panjang atau jauh antara benda yang satu dengan yang lainnya atau tempat yang satu dengan tempat yang lainnya.

Pelayanan kesehatan yang lokasinya terlalau jnauh dari tempat baik jarak secara fisik maupun secara psikologis tentu tidak mudah di capai Jarak dapat mempengaruhi frekuensi kunjungan pasien ke pusat pelayanan kesehatan gigi dan mulut, makin dekat tempat tinggal dari tempat pelayanan kesehatan gigi dan mulut maka makin besar pula jumlah kunjungan ke pusat pelayanan gigi dan mulut dan bagitu pula sebaliknya makin jauh jarak rumah dari tempat / pusat pelayanan gigi dan mulut maka makin kecil pula jumlah kunjungan yang datang ke pusat pelayanan tersebut (Aswar Azrul, 1996).

Pelayanan kesehatan yang lokasinya terlalu jauh dari tempat tinggal baik jarak secara fisik maupun secara psikologis, tentu tidak mudah dicapai (Azrul Aswar, 1994).

Jarak dapat mempengaruhi frekuensi kunjungan ke pusat pelayanan kesehatan, makin dekat tempat tinggal dari tempat pelayanan kesehatan makin besar jumlah kunjungan ke pusat pelayanan kesehatan tersebut, begitu pula sebaliknya, makin jauh jarak rumah dari tempat atau pusat pelayanan kesehatan maka makin kecil pula jumlah kunjungan ke pusat pelayanan tersebut (Singarimbun, 1985).

Masyarakat di daerah pedesaan cenderung untuk memanfaatkan pelayanan dukun karena mudah dijangkau baik secara fisik maupun psikologis, bahkan dukun dapat dipanggil kerumah (Adik Wibowo, 1994)

Keputusan untuk menggunakan pelayanan kesehtan mencerminkan normatif dan kebutuhan yangdirasakan, karena untuk keputusan konsumsi dalam sektor kesehatan sering tergantung pada informasi yang disediakan oleh pemasok ditambah dengan prefensinya .

D. Tinjauan Umum tentang Mutu Pelayanan

Pengertian mutu menurut Internasional ISO 8402, adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang dan jasa yang menunjukan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan. Pada prinsipnya suatu produk, baik barang dan jasa dapat dikatakan bermutu bila memenuhi kriteria :

- Sesuai kebutuhan dan penggunaanya

- Memuaskan keinginan penggunanya

- Sesuai dengan persyaratan yang ditentukan

- Sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku

- Ekonomis

Mutu pelayanan kesehatan itu sangat subyektif, tergantung pada persepsi, sistem nilai, latarbelakang sosial, pendidikan, ekonomi, budaya dan masih banyak faktor lainnya. Baik pada masyarakat ataupun pribadi-pribadi yang terkait dengan jasa pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan sangat melekat dengan faktor-fakltor subyektifitas yang berkepentingan, baik konsumen/pasien/masyarakat ataupun pemberi pelayanan kesehatan yakni :

- Konsumen/pasien/masyarakat ; melihat bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu sebagai pelayanan yang memberi kepuasan kepadanya, keramahtamahann tanggap, kecepatan pelayanan, kemanjuran pelayanan, dalam memngurangi keluhanya dan lain-lain.

- Pemberi pelayanan (Provider) : mengaitkan pelayanan kesehatan yang bermutu dengan tersedianya peralatan, prosedur kerja, kebebsasan dalam melakukan pelayanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan muthakhir dan kemudian dari hasil pelayanan kesehatan itu sendiri.

Secara umu jaminan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagaimana keseluruhan upaya dan kegiatan yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan mut yang sebaik-baiknya, yaitu pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar yang ditentukan.

Mutu pelayanan kesehatan terkadang amat subyektif sifatnya. Depkes pada tahun 1993 dalam Radja Gan mengemukakan batasan mutu pelayanan kesehatan sebagai berikut :

Derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan sesuai dengan sumber daya yang tersedia secara wajar, efisien dan efektif serta memberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampauan pemerintah dan masyarakat.

Secara sedrhana sistem pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai suatu kumpul;an dari berbagai faktor yang kompleks dan saling dan saling berhubungan yang terdapat dalam suatu negara yang diperlukan untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan tuntunan kesehatan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat yang bertempat tinggal dinegara tersebut, pada setiap saat yang diperlukan.

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel

Pelayanan kesehatan adalah setiap bentuk pelayanan atau program kesehatan yang ditujukan pada perharian atau masyarakat dan dilaksanakan secara perharian atau secara bersama - sama dalam suatu orgainsasi dengan tujuan untuk memeliara atau meningkatkan derajat kesehatan yang di punyai.

Pemanfaatan terhadap pelayanan kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut dipengaruhi oleh banyaknya faktor yang secara garis besar dapat di bagi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor non ekonomi . Yang dimaksud dengan faktor ekonomi adalah tarif atau biaya sedangkan faktor non ekonomi adalah pengetahuan yang merupakan faktor pemungkinan (Presdposing Factor) dan sarana / prasarana dan jarak yang merupakan faktor pendukung (Enabling Factor). Serta mutu pelayanan yang prima sebuah puskesmas .Beberapa faktor-faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1. Biaya/Tarif

Biaya mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Tinggginya biaya atau tarup untuk mendapatkan pelayanan kesehatan akan menurunkan pemanfaatan.atau demand Dengan asumsi bahwa semakin tinggi biaya yang dikeluarkan maka semakin kurang orang yang mempergunakan pelayanan kesehatan, sebab mereka beralih ke pelayanan yang lebih murah.

2. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan sarana dan prasarana yang lengkap seperti fisik bangunan beserta isinya, alat-alat kedokteran gigi, dan obat – obatan yang sangat berperan penting, administrasi yang tertib dan disiplin akan memberikan kepuasan tersendiri terhadap pasien serta yang tidak kala penting adalah mutu pelayanan yang prima .

3. Pengetahuan

Pengetahuan yang dimiliki seorang merupakan motivasi untuk bersikap dan melakukan suatu tindakan bagi orang tersebut, dalam hal ini motivasi untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang tersedia. Dengan meningkatnya pengetahuan maka semakin besar kemungkinan dimanfaatkannya Poliklinik Gigi Puskesmas Tabaringan aaaMaakassar dan semakin rendah pengetahuan yang dimiliki semakin kecil kemungkinan dimanfaatkannya Poliklinik Gigi Puskesmas Tabaringan Makassar.

4. Jarak

Jarak fisik antara tempat tinggal denmgang pelayanan kjesehatan gigi dan mulut mnerupakan salah satu pertimbangan oleh masayarakat untuk memeriksakan kesehatannya. Jika tempat pemeriksaaan mudah dijangkaku (dekat/ada sarana transportasi) maka akan lebih banyak yang memannfaatkan Poliklinik Gigi. Tidak terjangkaunya Poliklinik Gigi dicapai secara fisik (jauh), akan menenurunkan pemanfaatan masyarakat terhadap Poliklinik Gigi.

B. Kerangka Konsep

Berdasarkan variabel yang telah ditetapkan di atas, disusun pada suatau skema yang menggabarkan konsep pemikiran variabel yang diteliti sebagai berikut




Text Box: Mutu pelayanan


Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tiadk diteliti

C. Defenisi Operasional

1. Pemanfaatan

Pemanfaatan Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Poliklinik Gigi PKM Tabaringan – Makassar adalah Frekwnsi penggunaan jasa oleh masyarakat akan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Poliklinik Gigi PKM Tabaringan – Makassar. Dapat diketahui dengan menanyakan frekwensi kunjungan responden ke Poliklinik gigi atau membutuhkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

Krteria Obyektif

Sering Memanfaatkan : Apabila responden memanfaatkan pelayanan gigi dan mulut pada Poliklinik Gigi PKM tabaringan di Kandea Makassar dan ≥ 3 kali

(Jawaban 1&2 = a+a)

Kurang Memanfaatkan : Apabila responden memanfaatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada Poliklinik Gigi PKM Tabaringan – Makassar <>

(Tidak sesuai kriteria diatas)

2. Biaya/Tarif

Biaya adalah pengalaman masyarakat terhadap pengorbanan dalam bentuk finansial yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di poliklinik Gigi PKM Tabaringan – Makassar.

Murah : Bila responden menganggap bahwa biaya pelayanan kesehatan di Poliklinik Gigi PKM Tabaringan – Makassar murah.

Mahal : Apabila tidak sesuai dengan kriteria diatas.

3. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hal- hal yang diketahui oleh responden mengenai poliklinik Gigi PKM Tabaringan – Makassar meliputi pengetahuan tentang pentingnya kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, fungsi poliklinik gigi dan sasaran poliklinik gigi.

Penilaian didasarkan pada Skala Likert, yaitu :

Kriteria ( K ) : 2

Jumlah pertanyaan : 5 point

Range nilai jawaban responden : Sangat Benar = 5

Benar = 4

Ragu – Ragu = 3

Tidak Benar = 2

Sangat Tidak Benar = 1

Skor tertinggi jawaban responden ( X ) :

= ∑ pertanyaan x skor jawaban responden

= 5 x 5 = 25

Persentase skor tertinggi = 25/25 x 100% = 100%

Skor terendah jawaban responden ( Y ) :

= ∑ pertanyaan x skor jawaban responden

= 5 x 1 = 5

Persentase skor terendah = 5/25 x 100% = 20%

Range ( R ) = X – Y

= 100% - 20% = 80%

Interval ( I ) = R / K ( Rumus Sudarta, 1999).

= 80% / 2 = 40%

Maka skor standar = 100% - 40% = 60%

Kriteria Objektif :

Cukup : jika total jawaban responden mencapai skor ≥ 60%

Kurang : jika total jawaban responden mencapai skor <>

4. Sarana dan Prasarana

Adalah alat atau fasilitas penunjang dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan yang mencakup bangunan fisik beserta isinya, alat-alat kedoktera gigi, dan obat-obatan.

Kriteria Obyektif

Baik : Apabila responden menyatakan sarana dan prasarana di Poliklinik gigi PKM Tabaringan– Makassar masih baik

(jawaban Ya)

Tidak Baik : Apabila responden menyatakan bahwa sarana dan prasarana di Poliklinik gigi PKM Tabaringan – Makassar tidak baik

(jawaban tidak)

5. Jarak

Yang dimaksud dengan jarak disini adalah antara tempat tinggal responden dengan Poliklinik Gigi PKM Tabaringan – Makassar berdasarkan pernyataan / pengakuan responden.

Kriteria Obyektif

Mudah : Apabila tempat pelayanan kesehatan poliklinik gigi Puskesmas mudah dijangkau oleh transportasi yang ada.

(Jawaban Ya)

Tidak mudah : Apabila tidak sesuai dengan kriteria diatas.

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian observasi dengan pendekatan deskriptif, yang dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang pemamfaatan masyarakat terhadap terhadap pelayanan kesehatan gigi dan mulut di poliklnik gigi PKM Tabaringan Makassar

B. Lokasi penelitian

Penelitian ini insya Allah dilaksnakan di poliklinik gigi PKM Tabaringan Makassar yang bertempat di Kecamatam Ujung Tanah yang meliputi enam keluranhan daerah kerja

C. Populasi dan sampel

1. Populasi adalah semua pasien yang datang berobat di poliklinik gigi PKM tabarinan di Kecamatan Ujung Tanah - Makassar

2. Sampel adalah populasi yang terpilih sebagai sampel .

(1) Metode sampling yang di gunakan adalah Aksidental sampling .

(2) Besar sampel di tentukan dengan menggunakan rumus :

NZ2PQ

n =

d2 ( N – 1 ) + Z2PQ

Ket : n = Besar sample

N= Jumlah populasi

d= Tingkat kemaknaan, digunakan 0,1

Z= SD normal 1,96

P = Dugaan proporsi ( 50 % )

Q = 1 - P

(1.956)(1,96)2(0,5)(0,5)

n =

(0,10)2(1.956 – 1) + (1,96)2(0,5)(0,5)

1877.76

n =

19.55 + 0.96

n = 91,81

n = 92 orang

D. Pengumpulan Data

1. Data primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuisioner untuk mengukur variabel - variabel yang di teliti dalam penelitian ini .

2. Data sekunder

Di kumpulkan dari data istansi yang ada hubungannya dengan penelitian ini yaitu poliklinik gigi PKM Tabaringan Kecaamatan Ujung Tanah – Makassar

D. Pengolahan dan penyajian Data

Data – data yang diperoleh ditabulasikan berdasarkan variabel yang diteliti dan diolah dengan menggunakan komputer, selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel frekuensi distribusi diuraikan dalam bentuk narasi sehingga diperoleh suatu kesimpulan dan saran.

F. Analisis Data

Analisis data menggunakan cara persentase dengan menggambarkan semua variabel yang diteliti.